Selasa, 22 Disember 2009

Apa pendapat mereka tentang SUFI...

Every time you seek to eliminate vices from your heart and better yourself spiritually, you are practising tasawuf. Everytime you stand at night for tahajud you are practising tasawuf. There is no debate as to whether or not Tasawuf is valid, it like all other sciences must be studied and applied properly by a authorized teacher who can teach it.

Perkataan Tasawuf bagi setengah pihak amat tidak disenangi. Bahkan ada yang berani melontarkan pendapat bahawa ia adalah satu disiplin yang terkeluar dari batasan Islam. Mereka ini sangat membenci ahli2 Sufi . Adapun penolakan sebagian orang atas tasawuf karena mereka menganggap kata “Sufi” / “ Tasawuf” tidak ada dalam al-Qur'an, dan tidak dikenal pada zaman Nabi, Shahabat dan tabi'in. Tapi hal itu tidaklah otomatis menjadikan tasawuf sebagai ajaran terlarang! Banyak sekali istilah-istilah baru (seperti nahwu, fikih, dan ushul fikih) yang lahir setelah zaman Shahabat tapi tidak diperdebatkan tapi bila tasawuf atau Sufi diperkenalkan maka masing2 menuduh ia bukan ilmu dari Islam.

Tasawuf pada mulanya dimaksudkan sebagai tarbiyah akhlak-ruhani : mengamalkan akhlak mulia, dan meninggalkan setiap perilaku tercela. Atau sederhananya, Tasawuf hanyalah sebuah istilah untuk menamai ilmu yang intinya mengajak membersihkan jiwa dan menghaluskan budi pekerti, sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Hadis Nabi. Inilah definasikan Tasawuf yang dinukilkan oleh Imam Junaid, Syeikh Zakaria al-Anshari .

"Dan bahawa sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) mempunyai akhlak yang amat mulia."
[al-Qalam 68:04]

Allah menyuruh kita mencontohi akhlak yang ada pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut:
Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik, iaitu bagi orang yang sentiasa mengharapkan (keredhaan) Allah dan (balasan baik) Hari Akhirat, serta ia pula menyebut dan mengingati Allah banyak-banyak (dalam masa susah dan senang).
[al-Ahzab 33:21]

Nabi Muhammad saw adalah rasul yang diutus untuk memperbaiki akhlak manusia. Perbaikan akhlak itulah kunci keberhasilan hidup kita, dunia dan akhirat...

Tapi ada pihak yang sanggup menidakkan ilmu Tasawuf itu sendiri. Mereka sebenarnya tidakmau faham ataupun sudah terperangkap dengan pihak yang anti pada ilmu tasawuf itu sendiri. Kerana tidak faham akan ilmu tasawuf itu sendiri maka macam2 cerita karut dikaitkan dengan bidang tasawuf itu sendiri. Tasawuf was first a reality without a name, now it is a name without a reality. Sufisms final goal is becoming one with Allah (Wahdat il-Wujood), which is foolish and Kufr. It comes from indian philosophy along with the idea of Dhahir and Batini meanings of the Qur'an. Therefore I said that it's problematic to present it in a positive light, because it has always been misleading. Hence Sufism, strictly as a tradition, was never prescribed by our beloved Prophet (saw) which gives us sufficient reason to dissociate ourselves from it. While there are ample evidences from Ahadeeth where Rasoolullah (saw) encouraged Muslims to be Alims, Hafizs, etc, Sufism was never included. Sufism is understood to mean, that you bob and move your head in dhikr, dancing and singing, and performing "amazing" feats. This is something that was mixed with the practises of Islam, so therefore it is dangerous. That Tasawwuf was to escape from the world - ie. to escape from lifes affairs and neglect them.

"Who or What is a Sufi really?", we witness that the Sufis in today's day and age are not one unified global group and neither do they have one Ameer to guide or rule over them. There are further subdivisions like Qadiriya, Chistiya, Suhrawardiya and Naqshbandiyya within the Sufis, and hence, this has resulted in further deviation from the original name "Muslim" whereby, for e.g., one calls himself "Qadiriya Sufi Muslim" or "Naqshbandiyya Sufi Muslim." Such naming and labelling of Muslim individuals and groups only creates increased sectarianism and communalism within the Ummah, and hence the creation of many more groups, sub-groups and sub-sub-groups which see each other as hostile. Astaqfirullah il'azhim! Aku tak pernah dengar puak Naqshbandiah terajang puak Qadariyah. Pun orang2 Shaziliyah karate orang2 Ahmadiah hatta orang2 Shatariyah buh kapak kecik kat kepala puak Naqshbandiah. Ada ker? Atau dok lawan, masing2 syaikh hebat. Depa amal untuk diri masing2 dan tak keriyau sana sini yang ni betul yang tu salah.


Lebih jahat lagi bila mengatakan seolah2 ingin memperlekehkan tokoh Sufi wanita Rabia al tul Adawiyah: The female Sufi mystic, Rabia al-Adawiyah, who rejected worship motivated by the desire for heavenly reward or the fear of punishment and insisted on the love of God as the sole valid form of adoration, was one of the catalysts for the spread of the Sufi tradition, which eventually reached India, Pakistan, Persia, Africa, etc.

Sepatutnya pendekatan begini mestiah sentiasa berada dalam pemikiran setiap Muslim..In the end if one doesn't know about a matter then refer the Quran says and: " asal ahl dhikr in kumtum la ta'lamun" Ask those who know if you don't know.
And Allah knows best!

Ataupun rujuk pada ….Read the verse: "If they had referred it to the Messenger and to those of authority among them, then those of them whose task it is to find it out would have known the matter" (Qur’an 4:83) Ayat ini mengesahkan berkaitan wudu dimana dalam satu peperangan para sahabat telah berselisih pendapat dimana when some sahaba ordered another sahaba to perform wudu, despite the fact that, the sahabi in question objected as he had an open wound. They persisted and ordered him to do wudu,subsquently he died as a result. When this news got back to the Prophet(S), he exclaimed: " you kiled him". Maksudnya seperti ayat alQuran berbunyi " asal ahl dhikr in kumtum la ta'lamun" Ask those who know if you don't know. Kalau tahu menggunakan reference2 begitu tidaklah bercelaru umat Islam dalam menuduh itu dan ini.

Begitulah dalam Islam setiap permasalahan samada fiqh, usul atau apa2 pun hatta tasawuf sekalipun wajib dirujuk pada pakarnya supaya tidak berlaku kesalahan dalam melaksanakan sesuatu ibadah. Dalam Tasawuf (tharikat) selalunya dirujuk pada para syaikhnya yang juga pakar dalam soal2 fiqh.

Allah(SWT) revealed the Quran on a man, Sayyidna Rasul, wa Sayyid-al anam(S) So knowledge is extracted from man to man. Before the Quran was ever written down and compiles it resided in the hearts of the sahaba, who lived it. The purpose of sanad is to learn the text and the intended meaning of the text, by learning from someone who has physically learned from someone back to the Prophet(S). Abdullah ibn Mubarak(R) said: " if it wasn't for this science of sanad, people would have said anything, because text without a living teacher who has mastered the intended meanings can be misunderstood and intrepated. This happened during the time of the Prophet(S) in regards to a ayah where Allah says people will be judged by all wrong doing(itham) and some of the sahaba said how can that be? The Prophet(S) responded that here the word meant shirk. Refer cerita sahabat yang meninggal kerana luka peperangan di atas.

—where alladhina yastanbitunahu minhum, "those of them whose task it is to find it out,"
so just reading books with anyone who has not done istnbat with an unbroken chain is dangerous.
Bahaya kerana…if you have ever talked to a real Shaykh who has ijaza in tasawuf …you would know that the faulty premise that tasawuf, is some sort of deviance or has no basis in Sharia is absolutely, historically, factually absurd!! 

Shaykh Nuh Ha Mim Keller(May Allah preserve him), when he was teaching the Hikam in Damasus he won't even allow a person to take tariqa unless they have prayed every salah in congregation for 40 days.Shaykh Muhammad Yacoubi(also a Shadhili) won't take on a student unless they have at least half of the Quran memorized and have studied fiqh etc. 

Then the entire text and chain of the hadith we know Sayyidna Jibreel(AS) came to the Prophet(S) to ask a series of questions. 1. pertaining to Imam(which later the ulama termed aqeeda) 2)Islam(which the ulama later termed as fiqh) 3.) Ihsan( which the ulama later coined as Ihsan, or tasawuf or tazkiyyatul nafs). Basically this is the science as the hadith states: " an ta'bud Allah ka anaka tarahu wa lam takum tarahu wa laken huwa yarak. or It "Ihsan" is to worship Allah as if you see him, though you can't but know that He sees you.(Bukhari and Muslim).

And so the various sciences began to be termed, and we see for example thats why the ulama say : la bas bi mustalah or there is no harm in naming things, or with terminolgy. 

The term sufi was first used by Hasan al Basri(R) in the famous saying where he said: " I say a sufi(ra'aty sufi) circumbulating the Kaaba and I offered him a dirham but he refused. And so the term started to applied to anyone who was known as an ascetic, and to the students of the Shuyukh who focused on this science after mastering the outward sciences such as fiqh etc. 

In just the same way that the schools of fiqh developed, that is based on juristic methods passed down from the sahabas to their students: ie. Abdullah ibn Umar, to Nafi to Imam Malik(the golden chain am Imam Bukhari says) or Abdullah ibn Masud to Alqama to Ibrahim Nakhai to Hamad to Abu Hanifa, or Abdullah ibn Abbas to Ikrima to Mujahid to Imam Shafi etc, the turuq began to train students in methods passed down from the Prophet(S) via his companions to the rest of the ummah.

Adapun keempat-empat Imam Mazhab Sunni semuanya mempunyai seorang syaikh thariqah. Melalui syaikh itulah mereka mempelajari Islam dalam sisi esoterisnya yang indah dan agung. Mereka semua menyadari bahwa ilmu syariat harus didukung oleh ilmu tasawuf sehingga akan tercapailah pengetahuan sejati mengenai hakikat ibadah yang sebenarnya.

IMAM ABU HANIFAH pendiri mazhab Hanafi
Nu’man bin Tsabit ra adalah murid dari Ahli Silsilah Thariqat Naqsyabandiyah iaitu Imam Jafar as Shadiq ra . Berkaitan dengan hal ini, Jalaluddin as Suyuthi didalam kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah (85 H.-150 H) berkata, “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”.

Abu Hanifa (r) (700-767) once said what means: "If it were not for two years, I would have perished. For two years I accompanied J'afar as-Sadiq (r) and acquired the spiritual knowledge that made me a knower ['Arif (Gnostic)] in the Way [Sulook]" Al Hawi lil al-Fatawi. So Abu Hanifa (r) took Sufism from J'afar as-Sadiq (r), who, in turn, took this knowledge from Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr (r), who was taught by Salman al-Farsi (r), who was the disciple of Abu Bakr as-Siddiq (r) who was given this knowledge by the Messenger of Allah (s).

IMAM MALIKI pendiri mazhab Maliki
Malik bin Anas ra yang juga murid Imam Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan pernyataannya yang mendukung terhadap ilmu tasawuf sebagai berikut :

“Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam.” (’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).

Imam Malik ibn Anas (r) said: "Ma tasaawuf wa lam tafiqaha qad zandaqa wa man tafiqawa lam tasawuf qad fasada. Man ujma baina ithnain tahaqaqa...", Hashiwya of Imam Ahmad ibn Zarruq / 'Ali al-Adawi, Vol. 2, p. 195) i.e., Imam Malik said, "He who practices tasawwuf (Sufism) without learning Sacred Law (fiqh) corrupts his faith, while he who learns Sacred Law (fiqh) without practicing tasawwuf (Sufism) corrupts himself. Only he who combines the two proves true." ( Hashiwya of Ahmad ibn Zarruq / 'Ali al-Adawi , vol. 2, p. 195.)

IMAM SYAFI’I pendiri mazhab Syafi’i.
Ulama besar (Muhammad bin Idris, 150-205 H) berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu:

1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.”
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, hal. 341

Berkenaan Ilmu Sufi, Imam Syafi'i berkata: "Saya ingin manusia itu mempelajari Ilmu ini, tetapi janganlah menyebut-nyebut namaku, dengan sepatah kata juapun".
Our master and Liege-lord, Imam Muhammad ibn Idris a-Shafi'i (r) advised in his Diwan:
فقيها وصوفيا فكن
ليس واحدا فإني وحق الله إياك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقى وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح
فقيها وصوفيا فكن ليس واحدا فإني وحق الله إياك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقى وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح

Faqîhan wa-s.ufiyyan fakun laysa wâh.idan
fa'innî wa-h.aqqillâhi iyyâka ans.ah.u
Fadhâlika qâsin lam yadhuq qalbuhu tuqan
wahâdhâ jahûlun kayfa dhûl-jahli yas.luh.u
I.e., he said: "Be both a jurisprudent and a Sufi - never just one of the two.
Truly, by the Divine Right, I am advising you sincerely!
For the former is hardened, his heart tastes no Godwariness,
While the latter is ignorant - and of what use is the ignorant?..."
Imam Shafi'i (r) also said:حدثنا محمد بن عبد الرحمن حدثني أبو الحسن بن القتات، حدثنا محمد بن أبي يحيى، حدثنا يونس بن عبد الأعلى، قال: سمعت الشافعي يقول: لولا أن رجلا عاقلا تصوف لم يأت الظهر حتى يصير أحمق.
“If a rational man (rajulan a'aqalan) does not become a Sufi, he does not reach noon except he is a dolt!”[4] Abû Nu`aym narrates this from Muhammad ibn `Abd al-Rahman ibn al-Fadl, from Abû al-Hasan [Ahmad ibn Muhammad ibn al-Harith] ibn al-Qattat [al-Misri], from the thiqa of Muhammad ibn Abi Yahya, from the thiqa Imâm Yûnus ibn `Abdal-A`la, from the Imam as-Shafi'i.


Adding to the list of positive statements of Imam Ash-Shafi’i regarding Tasawwuf is the following:
“I accompanied the Sufis for ten years and benefited from them but from two sayings [and in another report three sayings]: their statement that time is as a sword: if you do not cut it, it cuts you, and their statement that deprivation is immunity.”
[The reported third states: “their statement: if your soul does not keep busy with truth it will keep you busy with batil [falsehood].”]
“Narrated from Muhammad ibn Muhammad ibn Idrîs al-Shâfi`î by al-Bayhaqî in Manâqib al-Shafi`i (2:208) cf. Ibn al-Qayyim in Madarij al-Salikin (3:128) and al-Jawab al-Kafi (p. 208-209) and al-Suyuti in تأييد الحقيقة العلية Ta’yîd al-Haqiqat al-`Aliyya (p. 15)”

Imam ‘Ajluni reports that Imam Ash-Shafi’i said,
حبب إلي من دنياكم ثلاث: ترك التكلف، وعشرة الخلق بالتلطف، والاقتداء بطريق أهل التصوف
“Three things in this world have been made lovely to me: avoiding affectation, treating people kindly, and abiding by the way of the people of tasawwuf!”
[source:1089 كشف الخفاء ومزيل الالباس عما اشتهر من الأحاديث عل ألسنة الناس]

IMAM AHMAD BIN HANBAL pendiri mazhab Hanbali
Ulama besar ini (164-241 H ) berkata, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” (Ghiza al Albab, vol. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi) ,
Imam Ahmad bin Hanbal (164 - 241 AH.)

"O my son, you have to sit with the People of Sufism, because they are the fountainheads of knowledge and they maintain the Remembrance of Allah in their hearts. They are ascetics and holders of great spiritual prowess."
[Tanwir al-Qulub p. 405] 

The Mutlaq Mujtahid, Imam Ahmad ibn Hanbal (r) also said in regards to the Sufis and their employing music as a means to Allah and a form of remembrance of Him: "I don't know a people better than them." Someone said to him: "They listen to music and they reach states of ecstasy." He said: "Do you prevent them from enjoying an hour with Allah?" Related by Muhammad ibn Ahmad al-Saffarini al-Hanbali (d. 1188) in his Ghidha' al-albab li-sharh manzumat al-adab from Ibrahim ibn `Abd Allah al-Qalanasi

SYAIKH FAKHRUDDIN AR RAZI (544-606 H
Ulama besar dan ahli hadits) berkata, “Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan hati mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah pada seluruh tindakan dan perilaku .” (I’tiqad al Furaq al Musliman, hal. 72, 73)

IMAM AL MUHASIBI (d. 243 H./857 M)
Imam al-Muhasibi meriwayatkan dari Rasul, “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan menjadi kelompok yang selamat” . Dan Allah yang lebih mengetahui bahwa itu adalah Golongan orang TASAWUF. Dia menjelaskan dengan mendalam dalam Kitab al- Wasiya p. 27-32.

IMAM AL QUSHAYRI (d. 465 H./1072 M)
Berkata Imam al-Qushayri tentang Tasawuf: “Allah membuat golongan ini yang terbaik dari wali-wali- Nya dan Dia mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya. Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan diri dari segala hubungan dengan dunia dan Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam penampakan (kasyaf). Dan Dia membuka kepada mereka Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya .” [ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]

IMAM AL- GHAZALI (450-505 H./1058-1111 M)
Imam Ghazali, hujjat ul-Islam, tentang tasauf: “Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].

IMAM NAWAWI (620-676 H./1223-1278 M)
"The specifications of the Way of the Sufis are... to keep the Presence of Allah in your heart in public and in private; to follow the Sunnah of the Prophet (s) ... to be happy with what Allah gave you..."
[in his Letters, (Maqasid at-Tawhid), p. 20

Kalau didalami maksudnya : Ciri jalan sufi ada 5:
1. Menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri
2. Mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata
3. Menghindari ketergantungan kepada orang lain
4. Bersyukur pada pemberian Allah meski pun sedikit
5. Selalu merujuk masalah kepada Allah swt
[Maqasid at-Tawhid, p. 20]

Imam al-Nawawi in his Bustan al-`Arifin fîl-Zuhd wal-Tasawwuf
(“The Grove of the Knowers in Asceticism and Sufism”) narrated with his chain fromal-Shafi`i, the saying:
“Only the sincere one (al-mukhlis) can recognize self-display (al-riyâ').”

IBNU KHALDUN(733-808 H
(Ulama besar dan filosof Islam) berkata, “Jalan sufi adalah jalan salaf, yakni jalannya para ulama terdahulu di antara para sahabat Rasulullah Saww, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in. Asasnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan serta kesenangan dunia.” (Muqadimah ibn Khaldun, hal. 328)

IMAM JALALUDDIN AS SUYUTI
(Ulama besar ahli tafsir Qur’an dan hadits) didalam kitab Ta’yad al haqiqat al ‘Aliyyah, hal. 57 berkata, “Tasawuf yang dianut oleh ahlinya adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Ilmu ini menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi Saww dan meninggalkan bid’ah.”

TAJUDDIN AS SUBKI
Mu’eed an-Na’eem, p. 190, dalam tasauf: “Semoga Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka dan menjadikan kita bersama mereka di dalam surga. Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan menyibukkan diri dengan ibadah” . Dia berkata: “Mereka adalah manusia yang dekat dengan Allah yang doa dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah membantu manusia”.

IBNU ‘ABIDIN
Ulama besar, Ibn ‘Abidin dalam Rasa’il Ibn Abidin (p. 172-173) menyatakan: ” Para pencari jalan ini tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut. Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati mereka”. [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].

SHAIKH RASHAD REDHA
Dia berkata,”Tasauf adalah salah satu pilar dari pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dan mempertanggung jawabkan perilaku sehari-hari dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang tinggi” [Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].

MAULANA ABUL HASAN ALI AN-NADWI
Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi anggota the Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries. Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, “Para sufi ini memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap ma’siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh kepada Allah”

“Di Calcutta, India, lebih dari 100.000 orang mengambil inisiasi (baiat) ke dalam Tasauf”

“Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuhan mereka dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam”

ABU ‘ALA AL MAUDUDI
Dalam Mabadi’ al-Islam (p. 17), “Tasauf adalah kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul” “Tasauf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya.”

IBNU TAIMIYYAH (661-728 H)
Bahkan IBNU TAIMIYYAH (661-728 H), salah seorang ulama yang dikenal sulit menerima kebenaran tasawuf dan dedengkotnya fatwa bid’ah, yang merupakan penentang tasawuf nombor satupun pada AKHIRNYA beliau mengakui bahwa tasawuf adalah jalan kebenaran, sehingga beliaupun mengambil bai’at dan menjadi pengikut thariqah Qadiriyyah.

Berikut ini perkataan Ibnu Taimiyyah didalam kitab Majmu al Fatawa Ibn Taimiyyah, terbitan Dar ar Rahmat, Kairo, Vol. 11, hal. 497, dalam bab. Tasawuf : “Kalian harus mengetahui bahwa para syaikh yang terbimbing harus diambil dan diikuti sebagai petunjuk dan teladan dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Thariqah para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia kepada kehadiran dalam Hadhirat Allah dan ketaatan kepada Nabi.” Kemudian dalam kitab yang sama hal. 499, beliau berkata, “Para syaikh harus kita ikuti sebagai pembimbing, mereka adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita berhaji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka’ bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita.” Di antara para syaikh sufi yang beliau sebutkan didalam kitabnya adalah, Syaikh Ibrahim ibn Adham ra, guru kami Syaikh Ma’ruf al Karkhi ra, Syaikh Hasan al Basri ra, Sayyidah Rabi’ah al Adawiyyah ra, guru kami Syaikh Abul Qasim Junaid ibn Muhammad al Baghdadi ra, guru kami Syaikh Abdul Qadir al Jailani, Syaikh Ahmad ar Rifa’i ra, dll.

Dalam satu kesempatan, Ibnu taymiyah ketika ditanya tentang kasus yang menimpa Bayazid Bistami dan Al-Hallaj beliau mengatakan bahwa keduanya tidak sesat hanya saja sangat disayangkan.

Lihat versi berbahasa Inggeris ini.

Ibn Taimiah in volumes 11 & 12 of majmua al fatawa did mentioned all about Sufism . Where he clearly delineates true tasawuf from the false imposters. In the manazil where he outride said that he himself was a Sufi from the Qadiri order. He said: of all the turuq the most high and excellent is that of my Shaykh Abdul Qadir Jilani(R). He also said:' labastu khirqa Shaykh Abdul Qadir Jilani wa bainana ithnayn" or I have wore the cloak of Abdul Qadir Jilani and between us there is only 2.( Meaning only two people between him and Shaykh Abdul Qadir jilani in the sanad. He Qadiri and others will allow some audible recitation of Quran or names of Allah, but only with the supervision of the Shaykh. My Shaykh( May Allah preserve him) said: " if a person is falling out etc in the hadra(grup dhikr) then know that that person is weak, for the true Sufi is inwardy intoxicated with Allah but outwardly sober" Meaning they NEVER willingly act incontradiction to the Sharia.

Sesunguhnya Ibn Taymiyyah adalah seorang sufi yang mengkagumi ahli2 sufi lain. Tentangannya pada sebagian bab bersebab dan mengapa pihak2 tertentu tidak mau mengambil keseluruhan pemikirannya. Ngapa ambil sebahgian yang lain dan menuduh ini dan itu dan bangkang sangat pada ahli2 sufi dan tasawuf. Lihat dibawah.

Ibn Taymiyyah he himself was clearly a SUFI.
Imam Ibn Taymiyya, mentioned about the definition of Tasawwuf, from Volume 11,"At-Tawassuf" of "Majmu'a Fatawa Ibn Taymiyya al-Kubra," Dar ar-Rahmah, Cairo,


"Alhamdulillah, the pronunciation of the word Tasawwuf has been thoroughly discussed. From those who spoke about Tasawwuf were not just the the Imams and Shaikhs, but also included were Ahmad bin Hanbal, Abi Sulayman ad-Daarani, As-Sirr as-Saqati, al-Junayd al-Baghdadi, Hasan al-Basri, Ma'aruf al-Karkhi, Abdul Qadir Jilani, Bayazid al-Bistami [one of the grandshaikhs of the Naqshbandi Tariqat] and many others. This is a term that was given to those who were dealing with that kind of science [tazkiyyat an-nafs and Ihsan]."

Imam Ibn Taymiyya says:
"Tassawuf has realities and states of experience which they talk about in their science. Some of it is that the Sufi is that one who purifies himself from anything which distracts him from the remembrance of Allah and who will be so filled up with knowledge of the heart and knowledge of the mind to the point that the value of gold and stones will be the same to him. And Tasawwuf is safeguarding the precious meanings and leaving behind the call to fame and vanity in order to reach the state of Truthfulness, because the best of humans after the prophets are the Siddiqeen, as Allah mentioned them in the verse:
'(And all who obey God and the Apostle) are in the company of those on whom is the grace of Allah: of the prophets, the sincere lovers of truth, the martyrs and the righteous; Ah! what a beautiful fellowship.'"
(an-Nisa', 69,70)

Ibn Taymiyya continues:
"as-Sufi hua fil-haqiqa naw'un min as-siddiqeen. Fahua as-siddiq alladhee ikhtassa bil-zuhadiwal-'ibada."


which translates:
"And the Sufi is in reality a kind of Siddiq (Truthful One), that Siddiq who specialized in zuhd and worship."


He continues about the Sufis,
"some people criticised Sufiyya and Tasawwuf and they said they were innovators, out of the Sunnah, but the truth is they are striving in Allah's obedience[mujtahidin fi ta'at-illahi], as others of Allah's People strove in Allah's obedience. So from them you will find the Foremost in Nearness by virtue of his striving [as-saabiq ul-muqarrab bi hasab ijtihadihi]. And some of them are from the People of the Right hand [Ahl al-Yameen mentioned in Qur'an in Sura Waqi'ah], but slower in their progress. For both kinds, they might make ijtihad and in that case they might be correct and they might be wrong. And from both types, some of them might make a sin and repent. And this is the origin of Tasawwuf. And after that origin, it has been spread and (tasha'abat wa tanawa'at) has its main line and its branches. And it has become three kinds:


1. Sufiyyat il-Haqa'iq - the True Sufis
2. Sufiyyat il-Arzaaq - the Professional Sufis (those who use Sufism for personal gain)
3. Sufiyyat il-Rasm - the Caricature Sufis. (Sufi by appearance only)."

In a manuscript of the Hanbali 'alim, Shaikh Yusuf bin 'Abd al-Hadi (d. 909H), entitled Bad' al-'ula bi labs al-Khirqa [found in Princeton, Sorbonne and Damascus], Ibn Taymiyya is found in a Sufi spiritual genealogy with other well-known Hanbali scholars, all except one (Say. Jilani) heretofore unknown as Sufis. The links in this genealogy are, in descending order:

1. 'Abdul Qadir Jilani (d. 561 H.)
2.a. Abu 'Umar bin Qudama (d. 607 H.)
2.b. Muwaffaq ad-Din bin Qudama (d. 620 H.)
3. Ibn Abi 'Umar bin Qudama (d. 682 H.)
4. Ibn Taymiyya (d. 728 H.)
5. Ibn Qayyim al-Jawziyya (d. 751 H.)
6. Ibn Rajab (d. 795 H.)


(Both Abu 'Umar b. Qudama and his brother Muwaffaq received the khirqa directly from Abdul Qadir Jilani himself.)


Further corroboration of two links separating him from 'Abdul Qadir Jilani comes from Ibn Taymiyya himself, as quoted in a manuscript of the work al-Mas'ala at-Tabriziyya (manuscript, Damascus, 1186 H):

"labistu al-khirqata mubarakata lish-Shaikh 'Abdul Qadir wa bayni wa baynahu 'than"


"I wore the blessed Sufi cloak of 'Abdul Qadir, there being between him and me two."


Ibn Taymiyya is quoted by Yusuf ibn 'Abd al-Hadi, affirming his Sufi affiliation in more than one Sufi order:
"have worn the Sufi cloak [khirqata at-Tasawwuf] of a number of shaikhs belonging to various tariqas [min turuqi jama'atin min ash-shuyukhi] , among them the Shaikh 'Abdul Qadir al-Jili, whose tariqa is the greatest of the well-known ones."

Further on he continues: "The greatest tariqa [ajallu-t-turuqi] is that of my master [sayyidi], 'Abdul Qadir al-Jili, may Allah have mercy on him."
[found in "Al-Hadi" manuscript in Princeton Library, Collection fol. 154a, 169b, 171b-172a and Damascus University, copy of original Arabic manuscript, 985H.; also mentioned in "at-Talyani", manuscript Chester Beatty 3296 (8) in Dublin, fol. 67a.]

Additional evidence of Ibn Taymiyya's connection to the Qadiri silsila (lineage) is found in his lengthy commentary on the seminal Sufi work by his grand-shaikh, 'Abdul Qadir Jilani, entitled "Futuh al-Ghayb." [this is found in a Princeton manuscript, uncataloged, also in Leipzig University Library, Arabic manuscript #223, and Istanbul University, Turkish translation, "Futuh ul-Gayb Hakkinda Yorum"]

Didalam kitab “Syarh al Aqidah al Asfahaniyyah” hal. 128. Ibnu Taimiyyah berkata, “Kita (saat ini) tidak mempunyai seorang Imam yang setara dengan Malik, al Auza’i, at Tsauri, Abu Hanifah, as Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Fudhail bin Iyyadh, Ma’ruf al Karkhi, dan orang-orang yang sama dengan mereka.”

Lihat pulak di bawah ini.
And we wish to mention some of the shaikhs which Imam Ibn Taymiyya accepted from the well-known Sufi shaikhs. This is found in his volume entitled 'Ilm as-Sulook [the Science of Travelling the Way to God], which consists of the whole of volume 10 of Majmu'a Fatawa Ibn Taymiyya which is 775 pages in length, all of which is about the knowledge of the ways of true Sufism, the Science of Travelling to God, ['ilm us-sulook].

On page 516, the third paragraph he says:
"the great Sufi shaikhs are the best shaiks to be known and accepted, such as:
Bayazid al-Bistami [a grandshaikh of the Golden Chain of the Naqshbandi Tariqat],
Shaikh Abdul Qadir Jilani,
Junayd bin Muhammad [the most well-known Sufi]
Hasan al-Basri,
al Fudayl ibn al-Ayyad,
Ibrahim bin al-Adham [very famous sufi, known as Sultan of the Ascetics],
Abi Sulayman ad-Daarani,
Ma'ruf al-Karkhi [a well-known Sufi],
Siri as-Saqati,
Shaikh Hammad,
Shaikh Abul Bayyan."


And Ibn Taymiyya continues:
"THOSE GREAT SUFI PEOPLE WERE THE LEADERS OF HUMANITY, AND THEY WERE CALLING TO WHAT IS RIGHT AND FORBIDDING WHAT IS WRONG."


In Majmu'a Fatawa Ibn Taymiyya, published by Dar ar-Rahmat, Cairo, Vol, 11, page 497. Book of Tassuwuf), Ibn Taymiyya says:


"You have to know that the rightly-guided shaikhs must be taken as guides and examples in the Din, as they are following in the footsteps of the Prophets and Messengers. And the Way (tariqat) of those shaikhs is to call people to Allah's Divine Presence and obedience to the Prophet."


Here we find Ibn Taymiyya calling for people to take a guide and mentioning that each guide has his own method (tariqat) in calling people to the Prophet's ways.

IBNU QAYYIM AL JAUZIYYAH (anak murid Ibnu Taimiyyah)
Kemudian sejalan dengan gurunya, Ibnu Qayyim al Jauziyyah didalam kitab “Ar Ruh” telah mengakui dan mengambil hadits dan riwayat-riwayat dari para pemuka sufi. Ibn al-Jawzi has written other works which are not only in favor of Tasawwuf, but present its greatest figures in the most complimentary light. Two works considered as pillars in the field of Tasawwuf are Safwat as-Safa and Minhaj al-Qasidin wa Mufid as-Sadiqin. In addition, full length biographies in praise of the early Sufis have been penned by Ibn al-Jawzi, including Fada'il Hasan al-Basri (The Gracious Character of Hasan al-Basri), and Manaqib Ibrahim bin Adham, (The Good Qualities of Ibrahim bin Adham), Manaqib Bishr al-Hafi, Manaqib Ma'ruf al-Karkhi, "Manaqib Rabi'a al-Adawiyya. In sections of his book al-Muntazam many biographical notices may be found in praise of Mutasawwifeen.

DR. YUSUF QARDHAWI –Ulama Mesir dan juga tokoh Maal Hijrah 2009 Malaysia-pulak!)
Dr. Yusuf Qardhawi, guru besar Universitas al Azhar, yang merupakan salah seorang ulama Islam terkemuka abad ini didalam kumpulan fatwanya mengatakan, “Arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian ruhaniah, ubudiyyah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu.” Beliau juga berkata, “Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktek yang menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang marifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam ruhani, semua itu tidak dapat diingkari.

Syaikh TAQIYUDDIN AN-NABHANY,
Pendiri Hizbut Tahrir-nya adalah seorang sufi, beliau mempunyai buku berjudul: Jâmi' Karâmât al-Auliyâ' (beberapa karamah para kekasih Allah).
SYAIKH MUHAMMAD ILYAS –Maulana Ilyas seorang pengasas Jamaah Tabligh
Kemudian Syaikh Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh, pernah baiat kepada tariqah al-Jasytiyah, sebagai gurunya ketika itu adalah Syaikh Ahmad Al-Janjûhiy. Setelah itu memperbaharui baiatnya kepada Syaikh Ahmad Al-Sahârnafûry.

IMAM HASAN AL-BANA
Pendiri gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin, Imam Hasan Al-Banna. Beliau bergabung dengan tarekat sufi Jamaah Ikhwanul Hashafiyah.

PARA PEJUANG ISLAM
Siapa kata ahli Sufi hanya mementingkan akhirat dan melupakan dunia. Lihat antara nama2 besar yang terlibat dalam pertempuran adalah ahli2 Sufi yang tidak berpeluk tubuh sahaja tapi bersiap sedia melawan musuh bila diperlukan.

Uwais al-Qarni seorang ahli Sufi yang hebat yang namaya disebut Rasulaullah saw walaupun tidak pernah bertemu Rasulullah semasa hayat baginda adalah seorang pejuang dan meninggal dalam satu peperangan.

Begitu juga dengan Abu Ayyub Al Ansary ra seorang sahabat nabi yang terkorban di zaman Umaiyah yang dimakamkan di Konstantinople.

Yazid Bistami nama besar  dalam tasawuf dan Sufiyah bersengkang mata dan tidur dengan pedang ditangan dalam peperangan menentang Kuffar.

Begitu juga dengan Salahuddin AlAyubi seorang ahli tasawuf dalam peperangan Salib menentang puak Kristian.

Sultan Muhammad Al Fatih, khalifah ke-7 Kerajaan Usmaniyyah dan 150,000 orang tenteranya adalah seorang yang mengamalkan tasawuf yang berjaya menawan kota konstantinople. Siapakah Sultan Muhammad Al Fatih? Sabda Rasulullah s.a.w. ketika menggali Parit Khandaq; “..Constantinople (kini Istanbul) akan jatuh ke tangan tentera Islam. Rajanya adalah sebaik-baik raja, tenteranya adalah sebaik-baik tentera……”
(Hadis riwayat Imam Ahmad).

Mereka dibawah ini juga adalah ahli2 sufi yang bangun menentang penjajahan kuffar. Jadi mana bukti kehidupan ahli Sufi menyisehkan diri dari dunia luar.

Umar Mukhtar(Lion of the Desert) who was a sufi of the Sanusi order, fighting the Italians. Shaykh Muhammad Hasan(Qadiri) who fought the Italian occupation of Somalia was a sufi. Shaykh Uthman don Fodio(Qadiri) who established the Caliphate of Sokoto(Norther NIgeria) in the 17-1800s was a sufi. Shaykh Umar Futi(Tijani) who fought the French in Futo Toro, was a sufi. Amir Abdul Qadir( Qadiri) of Algeria who fought the French was a sufi. Shaykkh Abdullah Daghestani (the SHaykh of Shaykh Nazim Haqqani) who fought the Russians was a sufi. 

Ramai ulama2 nusantara yang terlibat dengan dunia tasawuf dan sufi juga terlibat dalam politik. Antara mereka Syeikh Arshad Al-Banjari, Syeikh Samad Al-Palembini, Syeikh Daud Al-Fathani disusuli dengan Dato Bahaman, Tok Mat Kilau, Tokku Paloh dan lain2 ulama lagi.

Aku suka dengan menyelitkan sebuah hadith memaparkan pertanyaan dan jawapan seperti dibawah semoga kita menghayati akan pokok persoalan yang tersirat disebaliknya.

As we sat w/the Messenger of Allah (s), a man in pure white clothing w/jet black hair came to us, without a trace of travelling upon him. He sat down before the Prophet (s) bracing his knees against his, resting his hands on his legs,
and said: "Muhammad, tell me about Islam,"
The Prophet said: "Islam is to testify that there is no god save Allah and that Muhammad is the Messenger of Allah, and to perform prayer, give in alms, fast Ramadan, and perform the pilgrimage to the House if you can find a way."
The man replied: "You have spoken correctly." and we were surprised that he should ask the question and then confirm the answer.
Then he said : "Tell me about faith.",
and the Prophet said: "It's to believe in Allah, His Angels, His inspired Books, His Messengers, the Last Day, and in destiny...its good and bad."


"You have spoken correctly" the man continued.
"Now, tell me about the manifestation and perfection of God wariness."
and the Prophet said: "It is to worship Allah as if you see Him, and to be remain cognizant of the fact that, though you see Him not, He always sees you.


When the visitor left, I (Umar) waited quietly for some time, then the Prophet asked "Do you know who that man was?" and I replied with: "Allah and His Messenger know best." and the Prophet said: "It was Gabriel, who came to teach you your religion (Deen)".


This is a sahih hadith as narrated by Umar ibn al-Khattab (r) in Jam'i Sahih Muslim 9.55/I.37:8.

According to scholars, the 3 branches derived from this tradition are those of Iman (Aqeeda), Islam (Law) and Ihsan (Intuitive knowledge of the Divine). Ihsan inilah datangnya ilmu tasawwuf. Tasawuf adalah satu ilmu atau satu disiplin berkaitan mentarbiyah akhlak-ruhani iaitu mengamalkan akhlak mulia, dan meninggalkan setiap perilaku tercela. Antara tujuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutuskan adalah menyempurnakan akhlak yang shalih:

“Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak yang shalih”.
Hadith Sahih oleh al-Bukhari : Shahih al-Adab al-Mufrad, hadis no: 273 (Bab akhlak yang baik).

Kerana Akhlak yang mulia (Shalih) mencerminkan kesempurnaan iman:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya”.
Hadith oleh al-Tirmizi : Shahih Sunan al-Tirmizi

Akhlak yang mulia merupakan ibadah yang paling memberatkan timbangan amal:
“Tiada sesuatu yang lebih memberatkan timbangan (pada Hari Akhirat) berbanding akhlak yang baik.”
Hadith oleh Abu Daud : Shahih Sunan Abu Daud

Dan inilah yang termaktub pada sabda Nabi saw disoalan yang ketiga itu.. "It is to worship Allah as if you see Him, and to be remain cognizant of the fact that, though you see Him not, He always sees you.

Kerana sebenarnya redha Allah yang kita cari…

رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ

Sebarang kesalahan adalah dari kelemahan dan tidak kefahaman aku sendiri…..

الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ – وَاَللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ –

Sila rujuk:
http://www.sunniforum.com/foru...php?t=6313

http://www.sunnah.org/tasawwuf/scholr23.htm

Jumaat, 11 Disember 2009

Tentang Tarekat Sufiyah

Berikut merupakan persoalan yang disuarakan oleh seorang penanya,  dan persoalannya dijawab berdasarkan pendapat daripada Mufti Besar Mesir, Prof.Dr Ali Jummah.

Insyaalah sama2 kita hayati...

"Apakah hukumnya seseorang muslim itu terlibat dalam tarekat sufiah? Adakah tidak memadai kita menggunakan Al-Quran Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiah semata-mata? Seringkali saya terfikir untuk melibatkan diri dalam tarekat kesufian ini, tapi tidak ada pihak yang saya yakini untuk membuat rujukan. Semenjak diperkenalkan ruangan Mimbar Ulama' ini, saya terpanggil untuk mengemukakan soalan tersebut. Saya amat mengharapkan pihak Dewan Ulama' PAS dapat membantu saya dalam hal ini."
Terima kasih.
(Abdullah Abdul Rahman, Negeri Sembilan)

Soalan yang dikemukakan ini agak hampir dengan satu soalan yang pernah dikemukakan kepada Mufti Kerajaan Mesir iaitu Prof. Dr. Ali Jumaah.  Mimbar Ulama' akan cuba mengemukakan jawapan yang dinyatakan oleh beliau dan akan memberikan kesimpulannya, InsyaAllah.

Teks terjemahan:
Tasauf adalah manhaj tarbiyah ruhiyah dan sulukiyah yang mengangkat manusia kepada martabat ihsan yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW yang bermaksud :

"Hendaklah kamu menyembah Allah seolah-olahnya kamu melihatnya, maka jika kamu tidak melihatnya maka sesungguhnya Dia (Allah SWT) melihatmu".

Maka tasauf itu merupakan program pendidikan (tarbiyah) yang menitik beratkan penyucian jiwa daripada pelbagai penyakit yang mendindingi manusia daripada Allah SWT. Ia juga membetulkan penyelewengan jiwa dan sulukiyah manusia dalam hubungan bersama Allah SWT, bersama yang lain dan juga dengan diri sendiri.

Tarekat sufiah pula ialah sebuah madrasah yang menyempurnakan melaluinya penyucian jiwa dan pembentukan peribadi. Syeikh pula sebagai pembimbing atau guru yang bersama-sama dengan muridnya. Jiwa manusia secara tabiatnya terangkum di dalamnya pelbagai himpunan penyakit seperti takabbur, ujub, angkuh, keakuan, bakhil, marah, riya', sukakan maksiat, berkelakuan tak senonoh, gemar membalas dendam, kebencian, dengki, khianat, tamak dan rakus.

Firman Allah SWT yang mendedahkan kisah isteri Al-Aziz:Yang bermaksud :
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang".

[Surah Yusuf: 53]
Kerana itulah, golongan terdahulu menginsafi hal ini dan menyedari betapa perlunya pentarbiyahan jiwa dan membersihkannya dari segala penyakit-penyakitnya agar (penyucian tersebut) bersekali dengan masyarakat serta mencapai kejayaan dalam perjalanan menuju tuhan mereka.

Tarekat sufiah hendaklah melengkapi dengan beberapa perkara:

Pertamanya ialah pegangan kukuh dengan kitab Al-Quran dan Sunnah Nabawiah. Ini kerana tarekat sufiah itu ialah manhaj kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap perkara yang bercanggah dengan Al-Quran dan As-Sunnah maka ia bukan daripada tarekat. Bahkan tarekat itu sendiri menolaknya dan melarang daripadanya.

Kedua ialah tidak meletakkan tarekat itu sebagai pengajaran yang terpisah daripada pengajaran syariah, bahkan ia merupakan intisari kepada syariah. Bagi tasauf terdapat tiga elemen utama yang digesa oleh Al-Quran akan ketiga-tiganya iaitu :

1-Menitikberatkan jiwa, sentiasa mengawasi jiwa (muraqabah) dan menyucikannya daripada sebarang kekotoran.
Firman Allah SWT: Yang bermaksud:
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya rugilah orang yang mengotorinya".
[Asy-Syams : 7-10]
2-Memperbanyakkan zikrullah. Firman Allah SWT: Yang bermaksud :
"Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyakbanyaknya".
[Al-Ahzab: 41]
Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: "Sentiasakanlah lidahmu dalam keadaan basah mengingati Allah SWT".
3-Zuhud di dunia, tidak terikat dengan dunia dan gemarkan akhirat. Firman Allah SWT: Yang bermaksud :
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?".
(Al-Anaam :32)
Adapun syeikh yang memperdengarkan kepada murid-muridnya akan zikir-zikir dan yang membantu usaha menyucikan jiwa dari sebarang kekotoran serta menyembuhkan hati mereka daripada penyakit-penyakit maka dia adalah penyelia (qayyim) atau seorang guru (ustaz) yang menunjukkan cara yang tertentu yang paling sesuai dengan penyakit yang ada atau keadaan murid itu sendiri. Petunjuk Nabi SAW juga menasihatkan setiap manusia dengan perkara yang mendekatkan diri kepada Allah SWT berdasarkan kepada keadaan setiap jiwa yang berbeza.

Pernah seorang lelaki datang menemui Rasulullah SAW, lalu dia berkata :

Wahai Rasulullah ! Beritahu kepadaku tentang sesuatu yang menjauhkan diriku daripada kemurkaan Allah SWT. Maka sabda Rasulullah SAW : Jangan kamu marah!.
Dalam kes yang lain, Rasulullah SAW didatangi seorang lelaki yang berkata kepada Rasulullah SAW : Beritahu kepadaku tentang sesuatu yang aku boleh berpegang dengannya ! Jawab Rasulullah SAW : Sentiasakanlah lidahmu dalam keadaan basah mengingati Allah SWT.
Di kalangan para sahabat terdapat golongan yang membanyakkan qiamullail, antara mereka juga yang memperbanyakkan bacaan Al-Quran, ada yang banyak terlibat dengan jihad, ada yang banyak berzikir dan ada yang membanyakkan bersedekah. Perkara ini tidak membawa erti meninggalkan terus keduniaan. Tetapi di sana terdapat suatu ibadat tertentu yang memperbanyakkannya oleh orang yang melalui jalan menuju Allah SWT.

Secara asasnya berbilang-bilangnya pintu-pintu syurga. Tetapi pada akhirnya walaupun adanya kepelbagaian pintu masuk, tetapi syurga tetap satu.

Sabda Nabi SAW yang bermaksud : "Setiap golongan yang melakukan amalan (baik dan soleh-ketaatan) ada satu pintu daripada pintu-pintu syurga yang memanggilnya oleh amalan, dan bagi puasa itu ada satu pintu yang memanggil golongan yang berpuasa, digelarkannya Ar-Rayyan".
Demikian juga tarekat-tarekat, ia mempunyai berbilang-bilang jenis berdasarkan Syeikh masing-masing dan murid masing-masing. Antara mereka ada yang mengutamakan puasa, ada yang mengutamakan al-Quran lebih banyak dan tidak mengabaikan puasa dan demikianlah seterusnya.

Apa yang dijelaskan di atas adalah tasauf yang sebenarnya, tarekat yang sahih dan Syeikh-Syeikh yang komitmen dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Kita juga telah mengetahui kenapakah berbilang-bilangnya jenis tarekat, iaitu kerana kepelbagaian cara pentarbiyahan dan rawatan serta perbezaan cara untuk mencapai maksud yang dicita-citakan. Akan tetapi keseluruhannya satu sahaja pada maksud dan tujuan iaitulah keredhaan Allah SWT sebagai tujuan utama.

Kami juga ingin mengingatkan bahawa apa yang dinyatakan di atas tidak dilaksanakan oleh sebilangan besar golongan yang mendakwa sebagai ahli tasauf iaitu golongan yang merosakkan bentuknya. Mereka di kalangan orang yang tidak mempunyai agama dan kebaikan. Mereka yang melakukan tarian pada hari-hari perayaan dan melakukan amalan keghairahan yang khurafat. Ini semua bukan daripada tasauf dan bukan dari jenis tarekat sufiah. 
Sesungguhnya tasauf yang kami nyatakan tentangnya tiada hubungan langsung dengan pandangan kebanyakan manusia berhubung fenomena negatif yang memburukkan. Tidak harus juga bagi kita untuk mengenali tasauf dan menghukumkan ke atasnya dari kalangan sebahagian pendakwa-pendakwa tasauf yang jahil (yang mendakwa tarekat sebagai ajaran yang salah). Sepatutnya kita bertanyakan ulama' yang memilih tasauf sehingga kita memahami punca sanjungan mereka terhadap tasauf.

Untuk akhirnya, kami mengambil kesempatan ini untuk membantah pendapat golongan yang menyatakan : "Kenapakah tidak dipelajari adab-adab sulukiyah dan penyucian jiwa dari Al-Quran dan As-Sunnah secara langsung?". Pendapat ini pada zahirnya terkandung rahmat. Tetapi pada hakikatnya terkandung azab. Jawapannya mudah! Ini kerana kita tidak mempelajari rukun sembahyang, sunat-sunat sembahyang dan perkara-perkara makruh dalam sembahyang dengan semata-mata melalui bacaan Al-Quran dan As-Sunnah. Tetapi kita mempelajarinya melalui suatu ilmu yang dikenali sebagai ilmu feqah. Fuqaha' telah menyusunnya dan mengistinbatkan semua hukum-hakam tersebut daripada Al-Quran dan As-Sunnah.

Bagaimana pula lahirnya kepada kita mereka yang mendakwa bahawa kami mempelajari fiqh dan hukum agama daripada kitab dan sunnah secara langsung? Kami tidak pernah mendapati seorang ilmuan/ulama' yang mempelajari fiqh daripada kitab dan sunnah secara terus. 
Demikian juga, di sana terdapat perkara yang tidak disebut oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Tetapi tidak dapat tidak daripada mempelajarinya dengan guru secara musyafahah (secara berdepan atau mengadap guru).Tidak boleh sekadar melalui kitab, sebagai contohnya ilmu tajwid. Bahkan mestilah beriltizam dengan mustalah-mustalah yang khusus dengannya. Maka ulama' menyatakan sebagai suatu contoh : "Mad Lazim enam harakat" ! Siapakah yang menjadikannya sebagai Mad Lazim? Apa dalilnya dan siapakah yang mewajibkannya ke atas ummat Islam? Tentunya mereka adalah ulama'dalam bidang tersebut.

Begitu juga dengan ilmu tasauf. Ilmu yang diasaskan oleh ulama'-ulama' tasauf sebermula zaman Al-Junaid Rahimahullah dari kurun yang keempat sehingga hari ini. Ketika rosaknya zaman tersebut dan rosaknya akhlak, rosaklah juga sebahagian tarekat-tarekat kesufian. Mereka mula bergantung dengan fenomena-fenomena yang bercanggah dengan agama Allah SWT. Lantas manusia menganggap ianya merupakan tasauf. Sedangkan Allah SWT akan mempertahankan tasauf, ahlinya dan melindungi mereka dengan kekuasaannya.

Firman Allah SWT: Yang bermaksud: 

"Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat".


[Al-Hajj: 38]

Mudah-mudahan apa yang dinyatakan itu dapat memberikan pendedahan kepada erti tasauf, tarekat, syeikh, sebab berbilang-bilangnya tarekat, kenapa kita mempelajari suluk, penyucian hati dari ilmu yang dikenali sebagai tasauf ini, kenapa kita ambil dari syeikh dan tidak terus kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Kita memohon kepada Allah untuk memperlihatkan secara jelas terhadap urusan-urusan agama kita.


(Tamat terjemahan teks asal berbahasa Arab)

Demikianlah terjemahan bebas daripada teks asal jawapan Sahibul Samahah Prof. Dr. Ali Jumuah, Mufti Kerajaan Negara Mesir yang dinaqalkan daripada Al-Bayan Lima Yashqholu Al-Azhan, cetakan. Al-Muqattam, Kaherah, hlm. 328-331.
Secara kesimpulannya, bagi hasrat baik saudara yang ingin melibatkan diri dalam tarekat kesufian ini, saudara hendaklah memastikan perjalanan atau program pentarbiyahan yang diperkenalkan oleh sesuatu tarekat itu tidak bercanggah dengan Al-Quran dan juga As-Sunnah An-Nabawiah.
Dalam konteks Malaysia, sebenarnya agak banyak dakwaan tarekat walhal sebenarnya ia adalah ajaran sesat. Justeru saudara perlu berhati-hati dan sering merujuk ulama' yang diiktiraf keilmuannya. Penyertaan dalam tarekat juga sepatutnya lebih menyemarakkan penglibatan dalam memartabatkan Ketuanan Islam bukannya meruntuhkan ketuanannya seperti mendokong perjuangan Nasionalisme atau Sekularisme atau gerakan yang menentang perjuangan Islam.
Suasana pengamalan tarekat di Malaysia khususnya perlu diberikan perhatian bagi yang ingin menyertainya. Semestinya Guru atau Syeikh pemimpin tarekat itu merupakan seorang yang faqeh atau alim dalam bidang syariat dan aqidah. Bukannya seseorang yang hanya alim dalam bidang tasauf atau tarekat semata-mata. Ini kerana sebarang pengamalan beribadat dalam agama hendaklah dipandu oleh Al-Quran dan juga As-Sunnah.

Justeru, seorang Guru yang alim tentang syariah, aqidah dan tasauf merupakan guru yang sepatutnya dipilih untuk membimbing kita. Amat wajar jika saudara mengambil kesempatan yang ada dengan mendalami pengajian-pengajian agama secara berdisiplin mengikut kadar kemampuan yang ada pada saudara bagi meningkatkan pengetahuan agama serta tidak mudah untuk dipesongkan oleh golongan yang tidak bertanggungjawab. Semoga hasrat baik saudara akan dibantu oleh Allah SWT.

Sekian.

Selasa, 1 Disember 2009

Peribadi itulah akhlak (Moral)

Insan muslim yang menggunakan akal fikiran yang waras ada satu detik ketikanya, akan kembali pada panutan agama. Dia akan dapat membezakan ciptaan Tuhan antara dirinya sebagai manusia, haiwan dan juga apa itu syaitan. Dari situ dia dapat mengetahui peribadi seseorang itu samada bersyahsiah manusia, binatang maupun syaitan. Peribadi itulah nilai harta, budi, ilmu, amal, ibadat  seseorang hamba yang bernama manusia di sisi Allah swt.  Maka peribadi seseorang itulah jadi lakunya, moralnya atau akhlaknya.

Adat resam…perkataan yang biasa dalam masyarakat! Peribadi sesuatu keluarga itu menjadi resam, manakala peribadi sesuatu bangsa (Melayu, China, India, Siam, Sakai ,Arab, Negro dll) itu menjadi adat. Maka peribadi seseorang itu adalah nilai Tuhan kepada hambaNya, oleh kerana itu tiap2 manusia ada mempunyai peribadi, maka Tuhan turunkan beberapa utusanNya dengan nama Rasul dan Nabi, Wali Allah dan Ulama supya peribadi seseorang itu mengikut ajaran Tuhan melalui hukum yang tertentu didalam perlembagaan yang bernama Al-Quran, dan ajaran Al-Quran itu dikenali dengan nama Agama yang dinamakan Islam. Kerana peribadi manusia itulah maka dijadikan Allah swt akan syurga dan neraka di akhirat kelak, kerana peribadi itu terbahagi kepada:-

1.       Peribadi zahir iaitu batang tubuh
2.       Peribadi bathin iaitu laku hatinya
3.       Peribadi yang ghaib iaitu laku rohnya

Lantaran dari peribadi seseorang itu jadilah lakunya, fielnya, ibadatnya, iktiqatnya dan tauhidnya. Sejarah itu telah diungkaikan sebahagiannya di dalam kitab suci Al-Quran dimana musnahnya bangsa Tsamud, bangsa Ad, bangsa Rom  dan bangsa Yunani Purba. Bangsa2 tersebut adalah bangsa yang cukup hebat, mashyur dalam lipatan sejarah tapi berperibadikan bukan maknusiawi maka bangsa itu hilang dalam dunia menjadi catitan sejarah. Umat Nabi Luth yang berperibadi kotor dengan “homoseksual”nya dibalikkan Allah bumi hingga hancur punah. Umat Nabi Salleh yang mempunyai peribadi yang tidak taat dan tidak memegang pada janji dihancur-leburkan,  begitu juga umat Nabi Nuh yang berperibadi jelek engkar ditenggelamkan oleh air banjir.

Sejarah bangsa yang runtuh dan hilang itu punah samada bangsa, tanah airnya dan hilang watannya sehingga ke hari ini kerana tidak lain dan tidak bukan adalah peribadi mereka yang bermaharajalela berhawa nafsukan binatang dan syaitan. Mereka tidak patuh kepada agama dan ajaran Nabi-Nabinya. Hingga ke hari ini kita jangan leka dan lalai, janganlah menganggap sejarah dahulu tidak akan berulang kembali. Lihatlah saban tahun, saban bulan dan hari, di pelusok dunia banyak tempat, negeri dan negara didatangi musibah dengan perantaraan ribut, banjir, gempa bumi, kemarau dan kebakaran. Manusia masih lagi tidak mahu berfikir! Kerana penghuni2 ditempat tersebut bermaharajalela dengan nafsu kehaiwanan dan kesyaitanan, ugama hanya jadi topeng semata-mata.

Kemajuan sains dan teknologi dengan pakar2 terhebat pun tidak mampu berbuat apa2 untuk mencegahnya melainkan hanya member keputusan bahawa itu adalah malang dari malapetaka dunia. Maka diciptalah akan nama2 malapetaka itu…tsunami contohnya. Akibat kejadian yang melenyapkan ribuan nyawa itu maka segala kekayaan, kebendaan, ekonomi akan luput. Kejadian sebaliknya seperti tingkah laku dan peribadi masyarakat terlibat tidak diselidiki. Jawapan jelas dan nyata…bermaharajalelanya nafsu dan serakah syahwat seperti sejarah lama yang diceritakan dalam Al-Quran. Bukankah sebabnya sama?

Islam mendidik peribadi zahir dengan nama Syariat, mendidik peribadi bathin dengan nama Tashawuf, mendidk peribadi ghaib dengan nama Ruhani. Peribadi  menjadi nilai Tuhan pada hamba2Nya. Peribadi manusia dinilai pada cara pakaiannya, cara makan-minumnya, cara kesukaan dan keseronokannya, cara pemikirannya, cara pergaulannya dan cara sikap dirinya. Dan semuanya diatur Tuhan di dalam Agama Islam kerana demikian itu maka ada Fekahnya, Usulluddin, Tauhid, Tashawuf, Hakikat, Tarekat dan adanya Makrifat. Supaya peribadi manusia itu benar2 menjadi sempurna di sisi Tuhan yang dinamakan Kamil Mukamil menurut hukum, cara pakaian mesti bersih dan menutup aurat, bersih cara basuhan menurut hukum Fekah. Cara makanan mesti bersih dan suci samada cara sembelihan yang halal dan ramuan rencah yang halal. Kalau dalam agama kita wajib mengetahui asal usul sesuatu, mengapa tidak pada pakaian, makanan, minuman, kesukaan, keseronokan, pergaulan dan pemikiran?

Apakah erti alim? Adakah sahaja mengetahui halal haram yang zahir tetapi jahil, bodoh dalam bathin dan ghaib. Adakah kita pernah berfikir atau kenal  dimana kita berada sekarang? Sebenarnya kita berada di dalam zaman yang dinamakan Fitnah Zaman dan Dajjal Al-Masih. Dua perkara yang tersebut adalah berkait dengan manusia sendiri yang terlalu mengejar kemajuan, harta dunia berlebih2han.

Maka untuk mengenal Fitnah Zaman dan Dajjal Al-Masih, itulah gunanya Ilmu Makrifat, gunanya ilmu Roh untuk menjaga diri yang menjadi peribadi kita sendiri. Malangnya, manusia hari ini yang bijak pandai hanya pandai menyalahi orang2 yang belajar tashawuf, tarekat, hakikat dan makrifat. Alasan ilmu tersebut tidak diajari oleh Rasulullah…hanya direka2 oleh puak2 yang sesat. Jadi  sesatlah ulama2 yang mengajari, yang mempelajari ilmu sedemikian sejak berkurun kala lagi itu. Lupakah kita bahawa umat Islam di zaman sahabat dan di zaman tabiin, zaman tabiin tabiut dan di zaman salaf  memerintah dunia kerana pemimpin2 mereka mempunyai ilmu makrifat. Melaluinya mereka memimpin dunia dengan adil, aman dan makmor.

Ulamak Islam akan muncul gagah sekiranya mereka menerima pusaka daripada Nabi saw., apabila mereka mempunyai ilmu makrifat. Ulamak Islam akan jatuh mertabat mereka tanpa mempunyai ilmu makrifat. Serendah2 ilmu makrifat ialah makrifat Kalbun. Alangkah malangnya ulamak yang anti makrifat, yang anti kasyaf, anti-tashawuf. Lihat bagaimana kasyafnya Khalifah Umar ra yang memerintah di Madinah tapi ilmu yang dianugerahkan Allah padanya dapat melihat tenteranya yang berperang di Parsi dan mengingatkan seorang jeneralnya berhati2 keadaan musuh disebalik gunung.

Firman Allah:” Hari yang tiada berguna harta dan anak2 melainkan barangsiapa yang Allah beri hati mereka yang salim (sejahtera).”

Bagaimanakah yang dikatakan hati yang salim? Sedangkan Ilmu Hati yang dinamakan makrifat kalbun tidak diketahui. Tanyalah diri dan hukumlah diri, mengapa aku ini adalah seorang ulamak tetapi sifat bengis dan marah masih ada, padahal sifat bengis dan marah itu adalah sifat syaitan.

Tanyalah diri dan hukumlah diri, mengapa aku ini adalah seorang ulamak waris Nabi-Nabi tetapi masih takut pada manusia dan jin, pada hal siapa yang lebih besar darjatnya di sisi Allah, selain daripada Ulamak Pewaris Nabi! Tetapi mengapa aku masih lagi bacul, pengampu dan masih takut?

Hukumlah diri sendiri sebelum ajal, Tuhan mengetahui apa yang tersembunyi dan tersemat di dalam Zat dada masing2. Jangan lekas menyalahi itu dan ini, jangan sesal di hari nyawa ditarik Malaikat Maut.

Hanya dengan ilmu makrifat sahajalah yang menyelamatkan jiwa raga, nyawa dan diri, tubuh dan badan, ilmu Syariat dengan penuh tawaduk dan jadi seorang Muslim yang baik. Seseorang Muslim boleh jadi baik dan jahat kecuali ia ada mempunyai ilmu makrifat, maka jadilah ia seorang muslim yang baik. Tanpa ilmu makrifat seseorang manusia akan jadi jahat kerana ia malu pada manusia, ia takut pada manusia, dengan kerana malu dan takut pada manusia itu ia berani menentang Allah dan RasulNya. Arak diteguk kerana ia menghormati manusia dan malu pada manusia, sedang arak dilarang oleh Allah. Semua orang tahu tapi ramai yang melakukannya.

Seorang Muslim yang baik tidak akan minum arak di majlis2 kerana taatnya pada Allah dan RasulNya. Orang yang meminum arak di majlis2 kerana menghormati manusia, maka ia adalah suatu gejala fitnah zaman yang tidak diawasi oleh seseorang Muslim. Seteguk arak menjadikan hatinya kotor, jiwanya cemar, nyawanya  bodoh, amalanya jadi pura2 di sisi Tuhan. Maka semua perasaan takut, malu akan lenyap bila mengetahui ilmu makrifat.

Dimanakah yang Hak itu akan tiba jika waris2 Nabi yang memperkatakan segala yang Hak itu takut dan bacul, kerana tidak  berani dilahirkan oleh waris Nabi2 maka Allah memberi hidayah pada manusia lain supaya memperkatakan yang Hak, kerana waris Nabi2 itu hanya pada nama tetapi tidak ada pada praktikal. Lihat Firman Allah swt berbunyi: “ ‘ALAMAL INSANA MA LAM YA’LAM”.
Maksudnya: Allah ajari (ilmu) pada manusia apa2 yang ia tidak tahu.

Sebuah hadith berbunyi: Barangsiapa Allah kehendaki kebajikan adalah difahamkan Allah pada dia ilmu Agama.


Dimanakah agama Islam:

1.       Jika ada berkelas2 dalam masyarakat
2.       Jika ada arak di dalam majlis
3.       Jika zina dilakukan
4.       Jika rasuah dan sogok dilakukan
5.       Jika penipuan dilakukan
6.       Jika bohong dan nista diamalkan
7.       Jika janji tidak ditunaikan
8.       Orang2 intelek tidak mahu berpuasa
9.       Orang2 kaya tidak menunaikan zakat
10.   Orang2 yang berkuasa tidak punyai hati yang halim
11.   Orang2 pandai agama takut pada menyatakan kebenaran
12.   Orang2 Islam berguru dan bertakliq dengan tauhid Yahudi dan Nasrani

Maka semuanya adalah peribadi masing2. Maka peribadi masing2 itulah yang termaktub sebilang hari dan malam, bila bergerak dan diam, maka tertulislah diidalam kitab amalan masing2 yang dipegang dua malaikat Rakib dan Akib. Itulah biograpi seseorang berkenaan dengan peribadi masing2 semasa hidup di dunia. Maka peribadi masing2lah yang akan dihisab, ditanya, disoal di akhirat hadapan Rabbul Jalil kemudian masing2 ditempatkan sesuai dengan kehidupan peribadinya di dunia samada di syurga kekal atau mereka  kekal dalam neraka. Syurga pada mereka yang mempunyai peribadi menurut ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Neraka pada mereka yang berperibadi menentang ajaran Al-Quran dan Sunnah. Demikianlah nilai peribadi manusia di sisi Tuhan. Ramai mengaku kami sembahyang lima waktu, kami berpuasa, kami berzakat, kami mengerjakan haji berkali2 dan tunai umrah beberapa kali dan kamu buat ini dan itu. Alhamdulillah…pelaksanaan syariat sempurna sudah tapi bagaimana pulak dengan tashawufnya, tarekat,hakekat dan makrifatnya. Adakah keikhlasan semata2 kerana Allah, untuk Allah semata2 bukan sebab musabab lain. Kayanya kita bagaimana pulak dengan jiran tetanggga, masyarakat yang kurang mampu..pernahkan kita berfikir tentang mereka. Pernahkan kita berziarah mereka dan memberi sumbangan akal fikiran, tenaga dan wang ringgit dalam membantu meringankan beban kesukaran mereka. Kekayaan kita hanyalah pinjaman dari Tuhan dan sebenarnya kita tidak memiliki apa jua pun. Rugikah benda yang bukan milik kita dikongsikandengan orang lain. Rugikah kita? Sebenarnya itulah peribadi muslim yang diajari oleh Rasulullah pada sahabat2nya sehingga peribadi mereka cukup zuhud dan senantiasa ingin membantu saudarnya yang lain. Lihat dan renungkan kembali keakraban golongan Muhajirin dan Ansar.

Peribadi yang dimaksudkan adalah peribadi Muslim, bukan peribadi Melayu, Cina, India, Arab, Jakun, Amerika dan bukan peribadi bangsa2. Peribadi itu di atas:-

1.       Hidup dan mati di dalam kalimah LA ILA HA ILLALLAH
2.       Hidup bekerja dan berusaha dengan kalimah BISMILLAH HIRRAHMA NIRRAHIM
3.       Berkata dan bercakap dengan kalimah ALLAHU AKBAR
4.      Bertemu sesama Muslim dengan kalimah ASSALAMUALAIKUM dan berjawab dengan  kalimah WAALAIKUMUSSALAM
5.      Menerima nikmat denga ucapan ALHAMDULILLAH  WASYUKURULLAH dan mendengar musibat dengan INNA LILLAHI WAINNA ILAIHI RAJIUN
6.       DAN lain2 lagi yang diajari Islam.

Bukan seperti peribadi berpeluk bebas antara lelaki dan wanita bila bertemu, bukan selamat pagi, selamat malam, good afternoon, hello dan sebagai yang bukan warisan Islam tapi nyata dari Yahudi dan Nasrani.

Apakah bukan dinamakan fitnah zaman jika tidak boleh diteguri atau dinasihati menurut kehendak agama Islam?

Apakah bukan dinamakan fitnah zaman jika peribadi berhawa nafsukan binatang dan syaitan jauh dari kehendak agama Islam?

Apakah bukan dinamakan fitnah zaman jika penuntut agama diperlekeh dan penuntut ilmu duniawi di agung2kan, ulama2 dipinggirkan dan dituduh sesat manakala mereka yang berperibadi jahat nyata diangkat menjadi pemimpin dan bercakap pandai ehwal agam melewati ulama?

Adapun sifat moral yang keji yang wajib dijauhi oleh ahli2 makrifat walaupun ia alim melangit di dalam ilmu makrifat iaitu:

1.      Marah (suka marah2 dan menyangka ia alim, semua tahu, tetapi dengan marah yang ada padanya, dia dengan sendirinya bersifat syaitan).

2.      Hasad sesama manusia.

      Bersangka2 jahat kepada manusia.

4.       Menyakiti hati manusia.

5.       Penyakit hati seperti besar diri, besar kepala, samsing, riak, sombong, suka menunjuk2.

6.       Dan lain2 lagi.

Sifat2 diatas adalah jubah syaitan, sifat dan peribadi syaitan, walupun seseorang itu alim ulamak sekalipun kerana asas ilmu mengenal diri itu adalah mengusir syaitan dan menghancurkan sifat iblis. Jika perkara tersebut masih ada pada peribadi seseorang maka ia adalah syaitan2 besar dan ilmunya jadi sia2 di sisi Tuhan. Ingatlah:

1.       Untuk mengetahui seseorang yang tidak mempunyai akal itu ialah marah.
2.       Untuk mengetahui seseorang itu abdi syaitan ialah marah.
3.       Untuk mengetahui seseorang yang tidak sabar itu ialah marah.
4.       Untuk mengetahui seseorang yang lalai pada ilmunya ialah marah.
5.       Untuk mengetahui seseorang yang sandaranya itu jin adalah marah.

Lihatlah peribadi Sultan Salahuddin Al Ayubi yang mengubati Raja Eropah yang digelar Richard The Lion Heart yang sakit ketika berlakunya peperangan Crusade antara tentera Islam dan tentera Salib Kristian. Pada hal Raja Richard pada masa itu adalah musuhnya. Tetapi Raja Salahuddin membuktikan yang sebenar2 orang Islam itu tidak ada menaruhi sifat marah walaupun pada musuhnya. Peperangan berlaku maka tiap2 diri Muslim itu adalah melakukan tugasnya menurut perintah Allah.

Contoh yang kedua berkenaan dengan marah yang dikatakan Iblis, yang sebelum itu ia bernama Azazil. Azazil telah beribadat selama 5,000 tahun di dunia dan diangkat ke langit yang pertama dan beribadat selama 1,000 tahun hingga dengan ibadatnya di angkat hingga ke langit ke tujuh. Jadi ibadatnya di langit adalah 7,000 tahun. Kerana hasad dengki kepada Adam yang menjadi Khalifah Allah yang mana diperintah Allah supaya tunduk dan sujud pada Adam maka keengkarannya dilaknat Allah menjadi Iblis. Jadi barangsiapa hasad dan marah maka ia adalah rakan Iblis dan berperibadi Iblis.  Dan peribadi yang dituntut Islam ada pada peribadi Sultan Salahuddin Al-Ayubi. Sesungguhnya peribadi adalah melambangkan akhlak dan sebaik2 akhlak ikutilah akhlak junjungan besar Rasulullah saw.

الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ – وَاَللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

Sabtu, 21 November 2009

Menuju Ilahi


Suatu hari orang bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w. “Untuk apakah alam raya ini dijadikan ALLAH? Bagaimanakan ia wujud?”.
Nabi menjawab, “Aku tidak tahu jawapannya. Aku akan bertanya dulu kepada Malaikat Jibril”.

Nabi pun bertanya kepada Jibril yang memberi jawapan demikian, “Aku tidak tahu, aku akan bertanya kepada Allah”.

Lalu Jibril pun bertanya kepada Allah S.W.T. kemudian ia kembali membawa firman Allah. “Kami ciptakan langit hanya untuk memberi pemandangan yang indah-indah dan untuk hiburan bagi makhluk, dan untuk mempamirkan keagungan dan kekuasaan Kami dan diciptakan bintang-bintang yang berkelipan untuk mempertingkatkan jiwa makhluk dan mengembirakan mereka dan menyebabkan mereka kagum dan terpesona dengan ciptaan Allah S.W.T.”
Apabila Allah ditanya bagaimana Dia membuat semua ini, Jibril melaporkan bahawa Allah berfirman, “Aku tidak jadikan manusia itu berupaya untuk mengetahui bagaimana Aku buat semua itu. Walau Aku beritahu kepadamu, kamu tidak akan faham tetapi tatkala akan bercerai nyawa dengan badan, tatkala itu hijab telah tersingkap, kamu akan melihat bagaimana ia dibuat dan kamu akan hairan dan takjub dengan kebijaksanaan-Ku. Akulah pencipta yang paling baik. Sebagaimana Aku jadikan langit itu dengan rumit dan komplek sekali, maka bergitu jugalah Aku menjadikan diri manusia itu lebih hebat dan rumit lagi”.
Rasulullah saw pernah bersabda: “ Manusia itu sedang tidur nyenyak, apabila mati barulah sedarnya”. Bagitulah insan bernama manusia itu. Sentiasa lupa, lali, lalai dan hanya tersedar tapi kekadang sudah terlambat. Ini kerana ia kalah, ia alah pada nafsu. Masa hidup ia berfoya-foya dengan hawa nafsunya, lalai dari amalan untuk akhiratnya yang akan menyeretnya ke neraka. Dis situ tiada lagi jalan untuk berpatah balik…nasi sudah menjadi bubur. Manusia lupa bahawa dirinya tiada apa-apa pun. Dirinya fakir dan miskin. Hanya Allah yang Maha Kaya, yang punyai segala-gala. Manusia yang fakir hendaklah menahan diri dari segala Ghairullah, kerana Allah itu induknya, tempat ia meminta dan juga tempat ia kembali. Lepaskanlah hawa nafsu dari segala Ghairullah agar mudah ia mendapatkan Allah.
Yas’alu naka anil Roh, kul lilrohi min amri rabbi.
Bila orang2 Yahudi berniat jahat dan cuba menguji-nguji Nabi Muhammad saw berkenaan roh, Allah memberi jawapan pada baginda bahawa katakan pada mereka bagi roh itu adalah urusan TuhanMu.
Roh yang dipakaikan dengan jasad yang dikenali manusia sudah terlupa akan segala janji-janjinya masa di alam roh dahulu. “Alastu birabbikum qalu bala syahidna” (Al-A’raf : 172)
Yang maksudnya:Adalah tidak Aku Tuhan kamu?. Berkata mereka iaini (Roh), ‘Ia, Engkau Tuhan kami dan kami mengaku”.
“Dan bahawa mereka mengira yang mereka tidak akan kembali lagi kepada Kami”. (Al-Qashash :39)
Roh yang mendiami jasad dan dikenali sebagai manusia melupakan dirinya, sehingga tidak lagi mengenali Tuhan yang menciptakannya!
Allah berfirman:”…..barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh, dan tidak mempersekutukan seorang pun dan beribadatnya kepada Tuhannya, (Al-Kahfi :110)
Dalam perjalanan hidup di dunia ini, fizikal kita tetap dan akan melalui peringkat-peringkat atau maqam-maqam tertentu. Bermula dari peringkat bayi, peringkat kanak-kanak, peringkat muda dan peringkat tua. Demikian juga dengan roh itu.
Perkataan Arab bagi maqam itu ialah maqam (banyak: maqamat) yang bererti tempat berhenti dan berehat sebentar atau pun tempat kediaman. Sebenarnya pendudukan maqam oleh roh adalah pada satu tempat atau keadaan dan kadang-kadang lebih daripada itu.
Maqam roh itu dimasuki pada waktu lahir lagi, dan seluruh hayat ini menduduki satu daripada maqam-maqam tersebut, miskipun ada peralihan dari satu maqam ke maqam yang lain. Definasi maqam ini diambil dari sudut tarekat Chistiyah dan susunannya dari bawah keatas adalah seperti berikut:
Maqam an-nafs    = Maqam egotisma ( maqam nafsu )
Maqam al-qalb     = Maqam hati
Maqam al-roh      = Maqam roh
Maqam as-Sirr      = Maqam rahsia (ketuhanan)
Maqam al-Qurb    = Maqam kehampiran (dengan ALLAH)
Maqam al-Wisal    = Maqam kesatuan (dengan ALLAH – perasaan berdampingannya hamba dengan Allah)

(Nota) Aku tidak akan membincangkan akan keseluruhan maqam ini tapi hanya untuk pengetahuan umum saja. Sila rujuk pada ahlinya iaitu ahli tarekat Chistiyyah itu sendiri untuk lanjutannya.
Dari semenjak lahir kita sentiasa berjuang dan berusaha memajukan roh. Kemajuan dalam usaha ini boleh ditanda dan diukur dengan merujuk kepada maqamat (maqam-maqam) tersebut. Memang bukan semua orang boleh berjaya mencapai maqam–maqam tersebut.. Dan bukanlah badan atau jasad yang mengembara disitu tetapi roh.
Roh bermaksud nafas Allah, malaikat Jibril, Al-Qur’an, Wahyu dan kenabian. Menurut orang sufi, roh itu adalah zat hidup, bukan badan atau otak dengan fikiran dan ingatannya, bukan juga proses-proses hayat ini. Roh mempunyai wujud tersendiri yang datang dari Allah dan milik Allah semata-mata.
“Dan ingatlah ketika TuhanMu berfirman kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka bila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya Roh-Ku maka tundukklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Al-Hijr : 28-29)
Ayat di atas menunjukkan dalam bentuk yang padu, seluruh perkaitan rohaniah antara Allah dengan hambaNya. Allah berfirman bahawa Ia jadikan manusia daripada unsur-unsur dan kemudiannya menghembuskan nafas ke dalam badannya (manusia). Allah menggunakan perkataan nafas bagi maksud nafasNYa sendiri. Allah menggunakan perkataaan roh bagi rohNya sendiri. Perkataan-perkataan ini digunakan untuk nafas dan roh manusia juga. Tiada keraguan lagi bahawa kita datang dari Allah, kepunyaan mutlak Allah, untuk Allah dan akhirnya kembali kepada Allah.
Apabila kita bertanya apakah rasanya buah delima, “maka jawabnya ialah rasanya seperti rasanya juga”. Jawapan itu tidak cukup untuk memuaskan hati, tetapi kerana keunikan dan tersendiri keadaannya, rasanya juga tidak dapat untuk diumpamakan dengan rasa-rasa yang lain. Bukan rasanya durian, bukan rasa nangkanya juga bukan rasa rambutan.  Demikian juga dengan roh.
Roh atau zat itu dapat dibuktikan wujudnya melalui penzahiran atau manifestasinya. Kita ambil contoh iaitu ‘tarian’. Tarian memang wujud tapi ia tidak wujud secara konkrit (dapat dilihat, disentuh, dan sebagainya). Ia dizahirkan dalam bentuk rentak, tempo, corak, gerak-geri dan sebagainya. Seseorang boleh menggambarkan tarian dalam fikirannya tetapi untuk menzahirkan tarian itu sendiri ia memerlukan para penari yang boleh melakukan geraklangkah, rentak, tempo dan seni tari itu sendiri dan sebagainya, itu hanya penzahiran bagi zatnya atau hakikatnya iaitu tarian.
Begitu juga dengan tumbuhan. Zat bagi tumbuhan itu terletak pada biji benih sesuatu tumbuhan itu. Dari biji benih itu ia tumbuh jadi pepohon, daun, ranting, bunga dan buahnya.. Pohon dan buah sesuatu jenis tumbuhan tidak sama dan berlainan pula rasanya. Itulah rahsia Allah Yang maha Pencipta. Bayangnya dengan kuasaNya biji benih yang amat halus itu menghasilkan tumbuhan yang besar gunanya untuk manusia, binatang dan pepohon yang lain.
Matahari, batu api, mancis juga lighter dan sebagainya ada zat api padanya. Semuanya ada zat yang sama, tetapi bentuk fizikalnya berbeza-beza, dan setiap satu terletak di peringkat evolusi berbeza iaitu maqam yang berbeza. Hakikat zat api itu ialah sebahagian dari Nur ALLAH (cahaya ALLAH).
Roh manusia memerlukan penzahiran (bentuk dan corak) untuk terzahir dalam alam fizikal (jasmaniah). Roh manusia yang dibaluti dengan jasad dikenali dengan insane atau, manusia. Roh itu berbeza dari nafas. Nafas ialah tenaga ketuhanan yang menggiat atau mengerakkan fenomena atau kejadian jasmaniah dalam badan termasuk proses mental. Roh itu lebih tinggi darjatnya dari nafas dan lebih dekat dirasai.
Setiap manusia ada roh, tetapi roh seseorang itu tidak sama dengan roh seorang yang lain. Seorang yang kufur tidak sama dengan seorang Waliyullah. Ada roh yang lebih suci daripada roh yang lain. Tempat roh insan dalam badan ialah dada. Tempat ini berhubung dengan pancaindera. Urusannya adalah berkaitan ehwal agama. Kerjanya ialah menurut syariat. Roh ini patuh titah perintah Allah dan tidak menyatakan tindakannya sebagai tindakan sendirian, kerana ia tidak bercerai dengan Allah swt. Tidak ada penceraian dan perpisahan antara “aku” dengan Allah. Sila rujuk surah Al-Kahfi ayat 110.  Allah yang Maha Esa dan Ia cintakan makhluk manusia ini yang mengaku akan menyatakan kesatuan dan keesaanNya. Ia mahukan pengabdian dan amal saleh yang dianggap ibadat itu adalah kepunyaanNya saja. Jadi, seseorang itu hendaklah beribadat semata-mata kerana Allah bukan kerana manusia atau apa-apa bersifat keduniaan atau berciri nafsu-nafsi.
Setiap orang lahir dalam “maqam nafsu” dan inilah maqam yang pertama dalam hidup di dunia ini. Bayi hanya hendak memenuhi keperluan jasmaniahnya semata-mata. Dan memerlukan makanan dan minuman, perlu digendung, diusap-usap. Dia akan menangis untuk menyatakan kehendaknya. Dia tidak tahu akibat perbuatannya. Bayi memecahkan sesuatu benda yang dianggap sangat bernilai oleh orang dewasa dan dia ketawa melihat keadaan itu. Orang dewasa bolehkah berbuat seperti bayi tadi?
Seseorang dalam pertumbuhan awal hanya semata-mata mementingkan hawa nafsu kehaiwanannya, makan minuman dan segala jenis ransangan nafsu. Semua ini adalah keadaan yang dikurniakan ALLAH yang diperlukan oleh mereka. Bayi dan kanak-kanak di pasaraya dengan sengaja memecahkan barangan yang dipamerkan di situ, orang tidak marah. Tetapi sekiranya orang dewasa yang melakukan dengan sengaja perbuatan yang demikan pasti lain pula ceritanya.
Dalam maqam nafsu, daya pertimbangan akan dan pemikiran belum maju lagi. Daya ini datang kemudian. Dalam proses pertumbuhan anak itu, ibu bapanya atau masyarakat sekeliling biasanya memberi pengaruh kepada perangainya. Dengan kata lain, anak itu berlajar mengikut sifat-sifat yang tertentu. Adalah perkara biasa dan memang difahami bahawa kana-kanak memang berada dalam peringkat maqam nafsu ini. Sebagai mana kanak-kanak itu membesar dan merangkak, badan bertambah matang, tindakan fizikal bertambah licin, maka bergitu jugalah kita mengharapkan rohnya berkembang maju dan meningkat ke atas melebihi maqam nafsu itu.
Al-Qur’an menerangkan cara-cara bagaimana memajukan dan mempertingkatkan roh. Cara hidup yang ditonjolkan oleh Al-Qur’an itu digelar As-Sirat al-Mustaqim (jalan yang lurus)
Tujuan hidup ini ialah mengembara menuju kepada ALLAH. “Barangsiapa yang buta di dunia ini, maka ia akan buta juga di akhirat. (Al-Isra’ : 72). Orang yang buta itu adalah yang hatinya buta, iaitu sikap tidak peduli atau tidak endah tatkala hidup didunia, yang membuatkan seseorang itu lupa akan Allah, lupa tujuan hidupnya, lupa jajnjinya dengan Allah di alam roh dahulu sebelum lahir ke dunia ini. Buta juga kerana tidak mahu mengaji atau pun mempelajari ilmu agama. Memperlekehkan ulama-ulama dan menyatakan sesat ulama-ulama dan kitab-kitab yang menganjurkan ilmu ketuhanan, tasawuf, tarekat dan sebagainya. Lebih jahil lagi mengutamakan hawa nafsu untuk keseronokan hidup dan menolak ketepi ilmu agama.
“Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan supaya menyembah Aku”. (Adz-Dzariyat: 56)
Jalan menuju Allah adalah masuk menjadi ahli golongan yang berjalan kembali menuju Allah. Jangan sampai ditunggu hingga jalan itu tidak boleh dilalui lagi atau hingga tidak ada lagi orang yang dapat memberi petunjuk ke jalan itu. Kita dicipta bukan untuk pengisian berfoya-foya, makan-minum, bersenggarama yak-yak yee semata-mata. Sikap sedemikian bukanlah yang dikehendaki Allah swt dan diajari oleh  RasulNya yang mulia, Muhammmad saw. Kita sedang diperhatikan oleh Allah Azzawajala. Pun begitu oleh Rasulullah saw yang jika kita tidak memperdulikan ajarannya betapa hiba dan dukanya hati baginda. Apa saja ajaran yang disampaikan kepada manusia terdiri dari dua  iaitu zahir dan bathin, nyata dan ghaib, nampak dan tidak nampak. Yang zahir adalah ilmunya syariat dan yang bathin itu adalah ilmu atau hikmah. Mematuhi syariat adalah untuk mengharmonikan atau menyesuaikan aspek zahir kita manakala aspek bathin hendaklah kita mengharmonikan melalui ilmu atau hikmah. Bila zahir dan bathin bersatu, atau pabila syariat dan hikmat berpadu barulah seseorang itu mencapai taraf hakikat. Bolehlah dikatakan seperti ibarat pohon buah-buahan menghasilkan daun, putik, bunga seterusnya menjadi buah.
“Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing” . (Ar-Rahman ; 20)
Jelaslah, keduanya mestilah disatukan dan dipadukan. Hakikat tidak dapat dicapai hanya melalui ilmu yang didapati melalui pancaindera. Belajar ilmu dari pancaindera semata-mata tidak akan membawa pada mengenal Yang asal atau Zat. Ibadat yang sebenar memerlukan syariat dan hakikat.  Hikmah atau ilmu yang perlu memang ada pada seseorang untuk mengenal Dia iaitu dengan menyingkap tirai hitam yang menutup cermin diri seseorang itu, membersihkan cermin itu dan mengilapnya hingga bersih nampak keindahan Ketuhanan yang terbayangkan pada cermin hati itu. Caranya adalah mempalajari ilmu tasawwuf bukan memperlecehkannya.
Allah ibarat harta yang tersembunyi dan Ia ingin agar dikenali. Maka jadilahlah makhlukNya yang sejati untuk mengenalinya. Kerana makhluk manusia ini dibekali dengan akal. Ilmu dapat diperolehi dengan kebijaksanaan akal maka manusia hendaklah mencari ilmu untuk mengenal Allah. Carilah kitab-kitab yang muktabar dan pergilah mentelaah didepan tok-tok guru. Allah swt berfirman dalam hadith Qudsi yang bermaksud:
“Aku laksana harta yang tersembunyi. Aku ingin dikenali, maka sebab itulah Aku ciptakan semua makhluk.”
“Dialah yang Awal dan yang Akhir, yang Zahir dan yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu”. (Al-Hadid : 3)
Apa yang Awal? Apa yang Akhir? Apa pula yang disebut Zahir dan Bathin itu? Cuba renung kembali firman Allah swt dalam hadith Qudsi :
‘Manusia adalah rahsiaKu dan Aku adalah rahsia manusia”.
Juga hadith Qudsi: “ Ilmu bathin adalah rahsia di antara rahsiaKu, Aku jadikan di dalam hati hamba-hambaKu dan tidak ada yang menempatinya kecuali Aku”.
Tempat roh bergerak atau roh berpindah itu ialah dalam hati. Urusannya ialah ilmu tarekat. Untuk mengenaliNya seseorang itu harus berusaha untuk mengetahui nama-nama Allah itu (Asma ul Husna). Inilah ilmu dalaman atau ilmu kebatinan (bukan ilmu silat). Memperolehi ilmu ini maka sampailah ia keperingkat hikmah Ketuhanan. Ia berasal dari kalimah La Ilaaha llallah. Setiap satu nama itu terletak dalam setiap satu daripada dua belas huruf dalam kalimah tersebut. Allah memberi nama kepada setiap huruf, dalam proses kemajuan hati seseorang itu. Yang ini kena pergi cari guru mursyid untuk menghuraikannya.
1.     La Ilaaha Ilallah – tiada Tuhan Kecuali Allah
2.     Allah    - nama Zat
3.     Huwa  - Dia
4.     Al Haq – Yang Benar
5.     Al Hayy – Yang Hidup
6.     Al Hayyum – Yang Berdiri dengan Sendiri dan padaNYa segala sesuatu bergantung
7.     Al Qahhar – Yang Maha Berkuasa dan Perkasa
8.     Al Wahhab – Yang Maha Pemberi
9.     Al Fattah – Yang Maha Pembuka
10.   Al Wahid – Yang Satu
11.   Al Ahad – Yang Maha Esa
12.   Ash Shomad – Sumber. Punca segala sesuatu.
Allah memberi mereka kurniaan “kehampiran denganNya”. Diperkuatkan ilmu tauhid dalam hati mereka.
“Tidakkah kamu perhatikan, bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh dibumi dan cabangnya menjulang ke langit.” (Ibrahim : 24)
AlQuran yang diturunkan peringkat demi peringkat mempunyai maksud zahir dan maksud bathin. Dikatakan Allah menurunkannya dengan 10 lapis maksud atau maknanya yang tersirat. Setiap lapis yang diatas lebih baik dan lebih hakiki dari yang dibawahnya kerana ia lebih hampir dengan sumber hakikat. Ilmu zahir itu ibarat air hujan yang datang dan pergi lenyap tapi ilmu bathin ibarat pancuran yang sumbernya tidak pernah kering.
 Allah berfirman lagi dalam AlQuran: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim : 27)
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahsia dan yang lebih tersembunyi.” (Thaha : 7)
Perjalanan dari satu maqam ke satu makam yang lebih tinggi memerlukan tunjuk ajar dari seorang guru yang benar-benar mursyid. Adalah sukar mengembara terus ke maqam-maqam yang lebih tinggi lagi jika tidak ada guru yang dapat memberi bimbingan. Jangan samapi sehingga ia lupa diri dan menganggap dirinya sudah sempurna, sudah alim, sudah mengenal tuhan hatta boleh bercakap-cakap terus dengan Allah. Na’uzubillah.
Satu daripada sifat yang paling sukar dan bahaya ialah sombong atau bongkak. Inilah sikap yang suka memuji diri sendiri. Dia akan berkata, “Aku lebih baik daripada orang lain. Aku solat sepanjang hari, aku berpuasa, aku takafur. Aku melihat semua orang seperti sampah. Mereka semuanya berdosa.” Tetapi sikap inilah yang akan mengotorkan kembali kesucian kerohaniannya. Perlu diingati setiap orang maju kesatu tahap tertentu dalam perjalanan kerohanian dengan izin Allah. Orang-orang dijalan lurus yang tulen tidak akan mencaci orang lain. Sepatutnya mereka yang belum sedar itu dipimpin keluar dari jalan yang sesat masuk ke jalan yang benar dan lurus.
Pembersihan rohani adalah antara jalan utama menuju pada ilmu ketuhanan. Sabda Nabi Muhammad s.a.w “Dosa itu jatuh berguguran seperti daun yang gugur dari pokok”. Seorang ahli sufi pernah berkata , “Pada awalnya anda taubat daripada lupa kepada ALLAH walaupun satu saat”. Keadaan inilah yang dilakukan bermula sebelum menuju ke “maqam ar-roh”. Pembersihan hati adalah untuk menolak nafsu-nafsu yang bersarang di dalam hati. Untuk memasuki maqam hati ini segala penyakit hati seperti riak. dengki-kianat, hasad, marah berlebihan, ego, cintakan dunia cara berlebih-lebihan dan segala yang bersangkutan dengan hawa nafsu mesrti dibuang. Dia perlu membuat pembersihan hati, pembersihan jiwa juga pembersihan rohani. Bunyinya sama, tapi tak serupa. Pembersihan ini terbahagi kepada dua.
1.Pembersihan diri zahir melalui syariat dengan iar mutlak iaitu berwuduk.
Nabi saw pernah bersabda: “Setiap kali seseorang itu memperbaharui wuduknya, Allah akan membaharui imanya dan cahaya imannya akan bergilap semula dan menjadi bertambah terang.”
2.Pembersihan diri bathin atau jiwa.
Ada juga terjadi orang dalam maqam ini menjadi gila jika ia tiada guru. Mereka mungkin jatuh ke jurang “khayal sendirian”. Wahai orang-orang yang mencari, janganlah kamu hanya rehat di satu-satu maqam saja atau menyangka kamu tidak akan jatuh balik ke maqam yang di bawah. Oleh itu, apabila seseorang itu masuk ke satu maqam, ia akan berada di situ hingga meninggal dunia atau hingga naik ke maqam atas lagi atau undur balik ke maqam yang dibawah. Walau bagaimanapun ada banyak keadaan atau hal yang terjadi dalam sesuatu maqam. Hal bermaksud “pertukaran” dan dikaitkan juga perkataan ini melalui bunyi kepada hal yang bererti melepas ikatan atau melarutkan. Dalam pengertian ini, seseorang itu hilang pengaruh deria seperti dzauk semasa mereka berzikir hingga kadang-kadang mereka jatuh tidak sedar diri dan dapat memandang seketika ke alam hakikat dan makrifat.
Seseorang yang sentiasa berusaha dan bermujahadah dijalan Tuhannya akan memasuki maqam  yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya , “Ada hamba-hamba-Ku yang tertentu yang tidak berhenti-henti berusaha menghampiri-Ku dengan ibadat-ibadat sunat sehingga Aku menjadi mulut yang dengannya mereka berkata-kata, mata yang dengannya mereka melihat, telinga yang dengannya mereka mendengar, tangan yang dengannya mereka memegang dan kaki yang dengannya mereka melangkah”. Mereka yang bernasib baik dalam maqam ini diletakkan di tempatnya masing-masing. Mereka diberi kuasa pendengaran batin iaitu daya luar biasa pendengaran dan dapat membaca fikiran orang lain. Malaikat datang kepada mereka dengan perkhabaran-perkhabaran dari alam ghaib.
Mereka yang berada di maqam ini tidak lagi berusaha mencari kemasyuran, kekayaan atau keghairahan perasaan. Mereka hidup kerana Allah dan untuk Allah. Mereka berhubung rapat dan mesra dengan Allah dan dengan penghuni langit. Namun mereka tetap manusia biasa malah tidak melebehi rasul-Rasul dan Nabi-Nabi Allah.
Semakin tinggi dan semakin jauh seseorang itu naik dalam evolusi rohaniah ini, maka makin banyak ujian dan cubaan. Orang di peringkat ini telah lama memendamkan kehendak-kehendak nafsu badaniah dan mereka berjaya membimbing orang lain kejalan yang benar dan betul, dan oleh itu tentu sekali hebat diganggu syaitan, jin dan iblis. . Syeikh Junaid r.a pernah berkata, “Orang yang mengambil dirinya sebagai guru adalah mengambil syaitan sebagai gurunya.”
Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud r.a bahawa Nabi pernah bersabda:  Di kalangan hamba-hamba Allah, ada 300 orang yang mempunyai pertalian dan perkaitan yang khusus dengan Allah dan hati mereka serupa dengan hati Nabi Adam a.s. 7 orang dengan hati yang serupa dengan hati Nabi Ibrahim a.s. 5 orang dengan hati yang serupa dengan hati malaikat Jibril a.s. 3 orang dengan hati yang serupa dengan malaikat Mikail. Seorang dengan hati yang serupa dengan hati malaikat Israfil. Apabila yang seorang itu meninggal dunia, seorang daripada yang lima itu akan menggantikan tempatnya. Apabila seorang dari yang 5 itu itu mati, seorang dari yangpada yang 7 orang itu akan menggantikan tempatnya. Apabila seorang daripada yang 7 itu meninggal dunia, seorang daripada yang 40 orang itu mengantikan tempatnya. Apabila seorang daripada yang 40 orang itu meninggal dunia, seorang daripada yang 300 orang itu akan mengambil tempatnya. Apabila seorang daripada yang 300 orang itu meniggal dunia, seorang daripada manusia umumnya menggantikan tempatnya. Oleh itu, demi mereka, ALLAH Taala mentadbir hidup, mati, turun hujan, menjadikan dan menghindarkan manusia dari malapetaka
Tiga ratus orang itu tersenyum sepanjang masa dan tidak ada kaitan dengan hal-hal keduniaan. Mereka tidak perlu makan, minum atau tidur. Mereka telah melampaui batas-batas manusia biasa dan mereka boleh mengembara kemana sahaja di muka bumi dan di langit. Dalam sejarah manusia di muka bumi ini hanya beberapa orang sahaja yang telah sampai ketaraf atau tingkat ini. Sukar hendak diperihalkan dengan perkataan. Itulah matlamat utama wujud ini. Ini menyentuh janji yang kita buat dengan Allah sebelum kita dilahirkan ke dunia nyata ini.
Orang-orang yang digelar Wali yang bererti “rakan Allah yang dikasihi-Nya”. Merekalah yang sebenarnya Khalifah Allah di muka bumi ini. Biasanya mereka tidak dikenal umum. Mereka ini diberi pengetahuan tentang hakikat kejadian alam semesta raya dan hal ehwal kemanusiaan. Merekalah yang Allah gunakan untuk menzahirkan “Perencanaan Ketuhanan” di muka bumi ini. Alat yang mereka gunakan ialah ma’rifatullah (mengenal dan mengetahui Allah).
Bagi orang seperti ini, saat-saat meninggal dunia itu adalah saat-saat yang  ditunggu-tunggu dan dirindui, bahkan seperti  hilang lenyapnya perasaan keduniaan  ini melalui dzauk dan perasaan mereka. Mereka meletakkan sifat kehambaan yang sebenar-benarnya dan Allah sentiasa bersama mereka sebagai empunya diri mereka. Mereka telah mengembara kealam kerohanian dengan roh mereka. Badan di bumi tetapi roh mereka menjelajah kea lam-alam lain. Tidak ada sesiapa yang boleh mengganggu dan menentang mereka. Orang seperti ini bebas daripada kesulitan dan permasalahan duniawi.
Ingatlah, sesungguhnya Wali-Wali Allah itu, tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”. (Yunus : 62)
“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. (Yunus : 64)
Mereka yang sampai ke tahap kudus dan suci ini sedar, cinta dan “bersatu” seluruhnya dengan Allah. Hasilnya ia diperhiasi Allah dengan akhlak yang mulia, kelakuan dan tindak-tanduk yang paling baik. Inilah anugerah Allah kepada mereka yang suci itu.
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu didalam taman-taman dan sungai-sungai. Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang Berkuasa”. (AlQamar : 54-55)
“Mereka itu adalah penghuni syurga dan mereka kekal di dalamnya”. (AlA’raf : 42).
“Aku bertaubat kepada Allah Yang Maha Pengampun jika terdapat kesalahan dan kesilapan dari salinan dan olahan dari pemahaman aku, sehingga menyebabkan salah tafsir, kekeliruan, kurang tepat ataupun tersalah bagi pembaca budiman sekelian.”
Wallahu Alam.
Rujukan:
1.     Terjemahan Kitab al-Tibb al-Rauhi as-Sufi oleh Sdr. Rozali Md. Isa dari kitab asal karangan Sheikh Hakim Moinuddin Chisti.
2.     Rahasia Sufi terjemahan oleh Sdr Abdul Majid Hj. Khatib dan ditulis semula oleh Sdr Syed Ahmad Semait.
3.     Sirrur Asrar terjemahan oleh Sdr K.H Zezen Zaenal Abidin Zayadi Bazul Asyhab dari ktab asal karangan As-Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.